Jumat, 20 Desember 2013

Materi PAI MTs, SKI Pada Masa Khulafaurrasyidin



Materi PAI MTs, SKI Pada Masa Khulafaurrasyidin
BAB I
PENDAHULUAN
   Salah satu isi dari tujuan pendidikan Nasional adalah membentuk keimanan dan ketakwaan peserta didik. Dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut terdapat mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang berupaya membentuk para peserta didik menjadi peserta didik yang beriman, bertakwa karena pengertian pendidikan Agama Islam menurut Direktorat Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum Negeri (Ditbinpaisun) adalah suatu usaha bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan dapat memahami apa yang terkandung di dalam Islam secara keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuannya dan pada akhirnya dapat mengamalkannya serta menjadikan ajaran-ajaran agama Islam yang telah dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya sehingga dapat mendatangkan keselematan dunia dan akheratnya kelak.
. Di madrasah, terdapat sub-sub mata pelajaran PAI yang meliputi : mata pelajaran Al quran hadist, fiqih, akidah akhlak, dan sejarah kebudayaan Islam. Hubungan antara satu pelajaran dengan pelajaran lain saling berkaitan dan diibaratkan sebagai satu mata rantai. mata pelajaran sejarah kebudayaan Islam merupakan perkemangan perjalanan hidup manusia Muslim dari masa ke masa dalam usaha bersayari’ah dan berakhlak serta dalam mengembangkan system kehidupan yang dilandasi oleh akidah.
Dalam pembelajaran sejarah Islam yang dimaksudkan untuk menggali, mengembangkan, dan menagmbil ibrah pelajaran sejarah dan kebudayaan Islam, sehingga peserta didik mampu menginternalisasi dan tergerak untuk meneladani dan mewujudkan dalam amal perbuatan, serta dalam rangka membangun sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhuwah Islamiyah dalam arti luas. Namun, apakah para peserta didik di MTS mampu menjadikan pelajaran SKI sebagai suatu tolak ukur dalam pengambil pelajaran dalam sejarah Islam, hal ini menyangkut bagaimana Realitas Mata pelajaran SKI di MTS.





BAB II
PEMBAHASAN

A.  Khulafa Urasyidin
Khulafaur Rasyidin menurut bahasa artinya para pemimpin yang mendapatkan petunjuk dari Allah SWT. Sedangkan menurut istilah yaitu para khalifah (pemimpin umat Islam) yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW sebagai kepala negara (pemerintah) setelah Rasulullah SAW wafat. Rosululloh diutus tidak hanya sebagai seorang Nabi yang diutus Allah SWT. Untuk mrnyampaikan risalah agama, namun lebih dari itu Beliau juga seorang kepala negara yang memimpin suatu negara. Dan setelah Nabi Muhammad meninggal, para sahabat Muhajirin maupun Anshor berkumpul untuk bermusyawarah mengangkat seorang pemimpin di antara mereka sebagai pengganti Nabi, inilah Khulafa Urasyidin:
a.    Abu Bakar as Shiddiq
b.    Umar Bin Khatab
c.    Utsman Bin Affan
d.   Ali Bin Abi Tholib

B.  Kholifah Abu Bakar as Shiddiq (11-13 H atau 632-634 M)
Abu Bakar as Shiddiq yang dahulu bernama Abdullah Ibnu Abi Quhafah at Tamim, pada masa jahiliyah bernama Abdul Ka’bah, kemudian oleh nabi diganti namanya menjadi Abdullah Kuniyahnya abu bakar. Beliau diberi nama kuniyah abu bakar (pemangi) karena beliau merupakan kelompok pertama yang masuk islam. Dan beliau diberi gelar Ash shidiq yang artinya yang amat membenarkan, karena beliau amat membenarkan Rasul dalam berbagai macam peristiwa, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj.[1]
Di masa jahiliyah beliau berniaga sekaligus sebagai penyiar agama islam, beliau juga terkenal sebagai orang yang jujur dan berhati suci. Maka dalam menyiarkan agama jslam beliau mendapatkan hasil yang baik. Beliau ikut bersama-sama Nabi untuk hijrah ke Madinah, dan bersama-sama pula bersembunyi di gua Tsaur, pada malam permulaan hijrah sebelum melanjutkan perjalanan.
Setelah Rasulullah wafat, kaum Anshar menghendaki bahwa orang yang terpilih menjadi khalifah adalah dari golongan mereka. Namun dalam hal itu Ali bin Abi Thalib menghendaki supaya dirinya yang angkat menjadi khalifah, menurut Ali kepantasannya menjadi khalifah yaitu karena ia menantu dan karib Rasulullah. Tetapi banyak kaum muslimin yang menghendaki bahwa yang pantas menjadi khalifah adalah Abu Bakar, dan akhirnya keinginan kaum muslimin tercapai.
Setelah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato dan dalam pidatonya dijelaskan siasat pemerintahan yang akan beliau laksanakan.”Wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengadilkan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah, saya pandang lemah, hingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selam aku taat kepada Allah dan RasulNya, tetapi bilamana aku tiada menaati Allah dan RasulNya kamu tak perlu menaatiku”.[2]
Sebagai khalifah yang pertama setelah Rasulullah wafat merupakan hal yang berat untuk menjalankan kewajibanya sebagai seorang khalifah, karena setelah perang Tabuk selesai banyak orang yang menyatakan masuk islam, namun mereka hanya menyatakan keislamannya dalam keadaan yang awam, karena mereka belum mendalami agama islam yang sebenarnya sehingga agama islam belum mendalam meresapi dan merasuk ke dalam sanubari mereka. Banyak kesulitan lain yang dihadapi Abu bakar, mengingat masa pemerintahanya berlangsung pada masa perpindahan dari Rasulullah kepada beliau. Kesulitan-kesulitan yang dihadapi diantaranya:
a.       Menghadapi orang-orang murtad.
b.      Menghadapi orang-orang yang mengaku Nabi,yaitu Musailimatul Kazzab, Sajah, Al Aswad al ‘Ansi, Thulaihah ibnu Khuwailid.
c.       Menghadapi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.

Untuk mengatasi tiga permasalahan tersebut Abu bakar memusyawarahkan dengan para sahabat dan kaum muslimin. Dalam kesulitan inilah kelihatan kebesaran jiwa dan ketabahan hati Abu Bakar, beliau dengan tegas bersumpah, bahwa beliau akan memerangi orang yang menyeleweng dari kebenaran, sehingga mereka kembali di jalan Allah SWT. Walaupun beliau gugur dalam memperjuangkan kemuliaan agama Allah SWT. Sebagai relasasi dari rencara tersebut, beliau membentuk sebelas pasukan yang masing-masing di pimpin oleh pahlawan-pahlawan yang terkenal seperti: Khalid ibnul Walid, ‘Amr ibnu ‘Ash, ‘Ikrimah ibnu Abi Jahl, Syurahbil ibnu Hasanah, dll.
Pengerahan balatentara ini membawa hasil yang memuaskan, Musailimah terbunuh setelah terjadi pertempuran yang sengit, ia terbunuh oleh Wahsyi pembunuh Hamzah paman Rasulullah pada perang Uhud (pada waktu Wahsyi musryik), saat mengalami peristiwa tersebut ia berkata”aku telah membunuh manusia yang paling jahat (Musailimah) dan orang yang paling baik sesudah Rasulullah (Hamzah).[3] Sedangkan tentara Thulaihah dapat pula dipatahkan oleh tentara islam. Namun sang Nabi palsu melarikan diri dan bersembunyi, dan mereka masuk islam di masa pemerintahan Khalifah Umar, tetapi Al Aswad mati terbunuh sebelum itu. Dengan demikian persatuan tanah Arab kembali dan semakin kuat tali pegangan mereka kepada Agam Islam.

C.  Kholifah Umar Bin Khatab (13-23 H atau 634-644 M)
Umar Ibn Al-Khaththab diangkat dan dipilih oleh para pemuka masyarakat dan disetujui oleh kaum muslimin. Pada saat menderita sakit menjelang ajal tiba, Abu Bakar melihat situasi negara masih labil dan pasukan yang sedang bertempur di medan perang tidak boleh terpecah belah akibat perbedaan keinginan tentang siapa yang akan menjadi calon penggantinya, ia memilih Umar Ibn Al-Khaththab.
Beberapa usaha yang dihadapi oleh Umar dalam pemerintahannya antara lain: Menaklukan Persia, Kerajaan Persia merupakan ancaman yang terbesar dalam terhadap kaum muslim. Untuk mengimbangi bangsa Persia, Umar meneruskan perluasan islam yang telah dirintis pada masa Abu Bakar. Beliau mengirim pasukan ke Persia yang dipimpin panglima Sa’ad ibnu Abi Waqqash. Pada tahun 15 H terjadilah pertempuran dengan tentara Persia yang dipimpin panglima Rustam, dan akhirnya panglima Rustam terbunuh sehingga tentara Persia kalah. Peretempuran Damaskus, setelah pada masa Abu Bakar  memenangkan perang Anjadain, Umar melanjutkan gerakan melawan tentara Romawi di Syam. Selanjutnya melakukan pengepungan terhadap kota Damaskus. Pada pengepunagan kota Damaskus tentara islam melakukan strategi yang ampuh yaitu Khalid ibnul Walid dan pasukannya berjaga di pintu kota sebelah Timur, Abu Ubaidah di pintu yang disebut Bab al Jabiah, Amru ibnul Ash di Bab Tuma, Syurahbil ibnu Hasanah di Bab al Faradis dan Jazid ibnu Abi Sufyan di Bab Ash Shaghir. Tanpa kesulitan tentara islam dapat memasuki kota dengan mudah melalui dua pintu, Khalid melalui pintu timur dan Abu Ubaidah melalui Bab al Jabaiah pada tahun 14 Hijriyah. Kemudian dilanjutkan pertempuran Babilyon pada tahun 20 H, selanjutnya penaklukan Iskandariah.
Pada masa kepemimpinan Umar Ibn Al-Khaththab, wilayah islam sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir. Karena perluasan daerah terjadi dengan begitu cepat, Umar Ibn Al-Khaththab segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi pemerintahan, dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi : Mekah, Madinah, Syria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga Yudikatif dengan Eksekutif. Dalam melaksanakan pemerintahan, beliau membentuk jawatan-jawatan, mendirikan Baitul Mal, membentuk pasukan untuk menjaga dan melindungi tapal batas, menetapkan penggunaan penanggalan Hijriyah, dan mengadakan Hisbah (pengawasan terhadap pasar, pengontrolan terhadap timbangan dan takaran, penjagaan terhadap tata tertib, dan asusila, pengawasan terhadap kebersihan jalan dan sebagainya).[4]
Orang-orang Persia dan Yahudi berkomplotan untuk membunuh Umar, seorang bernama Abu Lu’luah berasal dari Persia telah berhasil menyelusup ke dalam Masjid di waktu Umar sedang melaksanakan sholat Subuh, dan ditikamlah Umar dengan sebuah golok, dan saat umat muslim mengejar Abu Lu’lah tetapi saat tertangkap Abu Lu’lah memakai goloknya untuk membunuh dirinya sendiri.[5]

D.  Kholifah Utsman Bin Affan (23-35 H atau 644-656 M)
Utsman ibnu Affan ibnu Abil Ash ibnu Umaiyah yang dilahirkan diwaktu Nabi Muhammad berusia lima tahun. Atas ajakan Abu Bakar Ash Shidiq, Utsman menyatakan beriman dan masuk islam. Hubungan Utsman dengan Rasulullah sangat akrab, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya Ruqaiyah. Namun karena Ruqaiyah meninggal saat perang Badr, maka Rasulullah menikahkan Utsman dengan putrinya yang kedua Ummu Kulsum. Oleh karena itu Utsman mendapat julukan “Dzun Nurain”(yang mempunyai dua cahaya).
Sebelum khalifah Umar meninggal dunia, umat muslimin mengusulkan untuk menunjuk seorang pengganti agar tidak terjadi perpecahan sesudah Umar meninggal. Kemudian umar mencalonkan enam orang sahabat terbaik Rasulullah yang telah diberi kabar akn masuk surga yaitu: Utsman ibnu Affan, Ali ibnu Thalib, Thalhah, Zubair ibnu Awwam, Sa’ad ibnu Abi Waqqas, dan Abdurrahman ibnu Auf. Setelah Umar meninggal Abdurrahman putera Umar mengundurkan diri, kemudian bermusyawarah dengan kaum muslimin dan para calon Khalifah, akhirnya dapat disimpulkan dari permusyawarahan tersebut pendapat tertuju pada Utsman dan Ali, namun karena Utsman lebih tua dari Ali dan perilakunya lebih baik, maka dipilihlah Utsman sebagai khalifah.
Dalam pemerintahannya, Utsman mendapatkan masalah besar yang harus dilaksanakan yaitu menumpas pendurhakaan dan pemberontakan yang terjadi di beberapa daerah dan negeri yang telah masuk kebawah kekuasaan islam di zaman Umar. Dan masalah selanjutnya tentang perluasan islam yang dicapai Umar diteruskan Utsman sampai perluasan ke laut. Negeri yang masuk pada wilayah Utsman antara lain: Barqah, Tripoli Barat, dan bagian selatan negeri Nubah, Armenia, Thabaristan, Amu Dahria. Sifat Utsman yang dermawan terbawa dalam pemerintahannya, sehingga kas Negara dipakai untuk kepentingan dirinya, dan ada yang diberikan kepada kerabatnya. Beliau juga mengangkat keluarganya sebagai kepala-kepala daerah maupun gubernur serta pembantunya, hal tersebut dapat mencoreng kewibawaan utsman. Pada tahun ketujuh pemerintahannya, para sahabat menasehati beliau supaya beristirahat atau mengundurkan diri, namun Utsman tidak menanggapinya. Utsman semakin mempercayakan kepada keluarga dan kerabatnya, dan mereka melakukan tindakan sewenang-wenang serta menjatuhkan hukuman yang berat kepada orang yang mencurigai mereka. Akhirnya terjadilah pemberontakan di Khufa, Basrah, dan Mesir. Pemberontak dapat menerobos dan memanjat rumah Utsman, kemudian menyerang Utsman yang sedang membaca Al-Qur’an. Utsman tewas terbunuh, sedangkan isteri Utsman yang akan menolong tidak luput dari pemberontakan tersebut, jari-jari tangannya putus.

E.  KHALIFAH ALI IBNU ABI THALIB (35-40 H atau 656-661 M)
Ali ibnu Abi Thalib ibnu Abdi Muthalib, dilahirkan sepuluh tahun sebelum Nabi Muhammad diutus sebagai Rasull. Ali merupakan anak muda pertama yang menyataka iman dan masuk islam setelah Nabi Muhammad menjadi Rasull. Ali merupakn suami dari puteri Rasulullah yang bernama Fatimah. Namanya terangakat dan popular karena beliau pahlawan yang terkemuka dan terkenal ulung dalam berbagai peperangan.
Setelah khalifah utsman wafat, maka suara terbanyak untuk pengganti Utsman yaitu Ali. Dan Ali berpidato setelah dia menjadi khalifah:”wahai manusia! Kamu telah membaiah saya sebagai mana yang telah kamu lakukan kepada khalifah-khalifah yang terdahulu dari padaku. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan, apabila pilihan telah jatuh, maka menolak tidak boleh lagi. Imam harus teguh dan rakyat harus patuh. Bai’at kepadaku adalah bai’at yang rata, yang umum. Barangsiapa yang mungkir dari padanya terpisahlah dia dari agama islam”.[6] Dengan pidato Ali tersebut maka jelas bahwa pembai’ahan Ali bukanlah dari sepenuh hati kaum muslimin. Karena banyak para sahabat yang kurang setuju dengan pembai’ahan tersebut.
Dalam pemerintahannya Ali terkenal sebagai pemimpin yang disiplin, keras dan radikal. Sikapnya tercermin pada wataknya yang suka berterus terang, tegas bertindak, dan adil. Dalam pemerintahnya Ali mengeluarkan dua ketetapan:
a.    Memcat kepala daerah pada masa Utsman dan menggantinya.
b.    Mengambil kembali tanah yang diberikan Umar kepada keluarganya, serta pemberian kepada orang yang tidk beralasan.
Keadaan Ali yang mengeluarkan ketetapan tersebut menyeret Ali dalam jurang pertentangan dengan Bani Umayah. Akhirnya terjadi pertempuran antara Ali dengan Aisyah yang terkenal dengan perang Jamal, dalam perang ini banyak kaum muslimin yang gugur. Akhirnya unta yang dinaiki Aisyah mati terbunuh dan akhirnya perang usai dengan kemenangan di tangan Ali. Setelah Ali menyelesaikan perang jamal maka Ali bertolak ke syam untuk menghadap Mu’awiyah yang tidak setuju Ali sebagai Khalifah. Peristiwa tersebut semakin membara dan akhirnya terjadilah peprangan yang lama di Shifin dekat sungai Furat.
Pada waktu Ali akan mengirim balatentara sekali lagi untuk menyerang Mu’awiyah, terjadilah suatu koplotan untuk mengakhiri hidup Ali, Mu’awiyah, dan Amr ibnu Ash. Koplotan tersebut terdiri dari tiga orang Khawarij, Abdurrahman ibnu Muljam berangkat ke Kufah untuk membunuh Ali, Barak ibnu Abdillah at Tamimi pergi ke Syam untuk membunuh Mu’awiyah, dan ‘Amr ibnu Bakr at Tamimi berangkat ke Mesir untuk membunuh ‘Amr ibnu Ash. Tetapi dari ketiga orang tersebut hanya Ibnu Muljam yang bisa membunuh Ali, dengan pedang waktu Ali memanggil orang yang sedang sholat di Masjid. Orang yang berada di Masjid dapat menangkap Muljam yang kemudian membunuhnya setelah Ali wafat.
Dengan wafatnya Ali, maka kaum muslimin bersepakat mendukung Mu’awiyah menjadi Khalifah. Berakhirlah msa Khulafaurrasyidin, dimana kaum Muslimin terpecah menjadi tiga kelompok besar:
a.       Jumhur ul Muslimin, yang mendukung Mu’awiyah dan pemerintahannya.
b.      Syi’ah, yang tetap mencintai Ali dan baitrnya serta menentang keras kelompok Mu’awiyah.
c.       Khawarij, yang dendam dengan Utsman, Ali, dan Mu’awiyah.
Menurut Ahmad Amir dan Dr.Hasan Ibrahim Hasan, ada satu golongan lagi selain tiga golongan yang disebutkan Syekh Khudlary Bek, yaitu Murjilah yang menganut politik netral.[7]

BAB III
PENUTUP

Setelah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah agama islam pada masa Khulafaurrasyidin jarang ditemukan konsep islam. Karena semuanya tergantung pada situasi dan kondisi yang ada. Seperti Abu Bakar yang diangkat dengan sistem demokrasi langsung. Umar diangkat dengan sistem kerajaan, yaitu Abu Bakar mengangkat langsung Khalifah Umar sebagai pengganti dirinya. Utsman naik menajdi Khalifah dengan sistem perwakilan atau sekarang lebih dikenal dengan parlemen. Sedangkan Ali diangakat dengan persetujuan yang sepihak dari kelompoknya, sehingga kaumnya terpecah belah.
Dan dengan sistem politik yang berbeda, pada masa khalifah Abu Bakar bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah. Umar Ibnu Khaththab segera mengatur administrasi Negara dengan diatur menjadi delapan wialayah propinsi, dan membentuk beberapa departemen. Umar dengan mendirikan Baitul Mal, menetapkan penggunaan penanggalan Hijriyah, dan mengadakan Hisbah. Utsman menekankan sistem kekuasaan pusat yang mengusaai seluruh pendapatan propinsi dan menetapkan kepala daerah dari keluarganya sendiri. Sedangkan Ali dengan sifatnya yang tegas dan disiplin mengeluarkan peraturan yang membuat terjadinya perpecahan.









DAFTAR PUSTAKA

ð  Prof. Dr. A. Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Pustaka Alhuusnah, Jakarta:1987
ð  Prof. A. Hasyim,  Sejarah dan Kebudayaan Islam, Bulan Bintang: Jakarta, 1995.
ð  Drs.Faisal Ismail, sejarah dan kebudayaan islam dari zaman pemulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin, Bina Usaha: Yogyakarta, 1984.



[1] Prof.Dr.A.Syalabi, sejarah dan kebudayaan islam,hal.226

[2] Ibid, hal:227
[3] Drs.Faisal Ismail, sejarah dan kebudayaan islam dari zaman pemulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin,hal.108
[4] Ibid, hal:118
[5] Ibid, sejarah dan kebudayaan islam, hal:264
[6] Ibid, sejarah dan kebudayaan islam dari zaman pemulaan hingga zaman Khulafaurrasyidin. Hal: 127
[7] A.Hasyim, sejarah dan kebudayaan islam, hal.129

Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Rosululloh SAW



Sejarah Peradaban Islam Pada Masa Rosululloh SAW

PENDAHULUAN
Hadirnya Nabi Muhammad pada masyarakat Arab membuat terjadinya kristalisasi pengalaman baru dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukum-hukum yang digunakan pada masa itu.
Berhasilnya Nabi Muhammad SAW dalam memenangkan kepercayaan yang dianut bangsa Arab. Dalam waktu yang relatif singkat beliau mampu memodifikasi jalan hidup orang-orang Arab.
Sebagaian dari nilai dan budaya Arab pra-islam, dalam beberapa hal diubahnya dan ada pula yang diteruskan oleh masyarakat Nabi Muhammad ke dalam tatanan moral Islam.
Hadirnya Nabi Muhammad, sedikit demi sedikit merubah budaya-budaya yang tidak memanusiakan manusia dalam artian budaya yang mengarah pada keburukan menjadi budaya-budaya yang mengarah kepada kebaikan dalam payung Islam.
Budaya-budaya yang mengarah kebaikan yang dibawa Nabi Muhammad pada akhirnya menghasilkan peradaban yang luar biasa pada zamannya. Yang mana muara dari peradaban itu semua ialah Islam.
Islam sangat berperan penting dalam menciptakan peradaban yang luar biasa yang tercipta pada masa zaman Nabi Muhammad. Dan aktor penting di balik itu semua tidak lain ialah Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad tidak hanya sebagai Nabi melaikan ia juga memerankan sebagai pengajar, pendidik, pemimpin, pemimpin militer, politikus, reformis, dan lain-lain.

                                                                   PEMBAHASAN

A.  Nabi Muhammad SAW
Sebelum kita membahas segala yang berhubungan dengan peradaban pada masa Rasulullah. Ada baiknya kita membahas terlebih dahulu tentang Nabi Muhammad dan kehidupannya. Ini penting untuk kita ketahui karena Nabi Muhammadlah aktor penting di balik terciptanya peradaban islam yang luar biasa itu.
Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami kehancuran. Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal). Beliau lahir tidak jauh dari ka’bah. Ayahnya Abdullah meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan, sementara ibunya Aminah wafat sewaktu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun, dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.
Merupakan suatu kebiasaan di antara orang-orang kaya dan kaum bangsawan Arab bahwa ibu-ibu mereka mengirimkan anak-anak mereka ke pedesaan untuk diasuh dan dibesarkan disana. Begitu pula Nabi Muhammad, setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau dipercayakan kepada Halimah dari suku Banu Sa’ad untuk diasuh dan dibesarkan. Nabi Muhammad berada dalam asuhan Halimah hingga beliau berusia 6 tahun, lalu beliau dikembalikan ke ibunya Aminah. Pada saat ibunya membawanya untuk menziarahi makam ayahnya di madinah, ditengah perjalanan, tepatnya di Abwa, ibunya menderita sakit dan menghembuskan nafas yang terakhir di sana. Dengan demikian pada usianya 6 tahun, Nabi Muhammad sudah kehilangan kedua orang tuanya.
Dalam usia muda, Nabi Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk mekah. Melalui kegiatan pengembalaan ini, dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini membuat beliau jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga beliau terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya.
Selain mengembala beliau juga berdagang, ketika beliau tinggal bersama pamannya Abu Thalib, beliau mengikuti pamannya itu berdagang ke negeri Syam, sampai beliau dewasa dan dapat berdiri sendiri. Dalam perjalanan itu, dibushra, sebelah selatan Syria (Syam) ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama buhairah. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian pada diri Nabi Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasehati Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki Syria, sebab dikhawatirkan orang-orang yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.
Sebagai seorang pemuda beliau tidak mengikuti kebiasaan masyarakat di kala itu, yaitu minum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat hiburan dan menyembah berhala. Beliau sangat populer dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati, berani, dan jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin.
Ketika Nabi Muhammad berusia 25 tahun, beliau berangkat ke Siria membawa barang dagangan seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Nabi Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan pernikahanpun segera dilaksanakan. Ketika itu Khadijah berumur 40 tahun.
Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama masuk Islam dan banyak membantu Nabi Muhammad dalam perjuangan menyebarkan Islam. Pernikahan itu dikarunia enam orang anak, dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kalsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak menikah lagi sampai Khadijah meninggal dunia.

B. Gambaran Umum Dari Sifat Nabi Muhammad SAW
1. Nabi Muhammad adalah seorang yang mempunyai akhlak yang sempurna
Sungguh Nabi Muhammad adalah ushwatun hasanah. Akhlaknya sebagai contoh bagi pribadi seseorang maunpun masyarakat umum. Akhlak beliau telah begitu mulia semenjak beliau diciptakan atau dilahirkan, sehingga masyarakat menjulukinya sebagai Al-Amin. Tak seorang pun menilai beliau seorang yang pendusta ataupun penghianat.
2. Jujur
Jujur adalah salah satu akhlak yang wajib dimiliki oleh manusia. Oleh karena itulah Allah SWT berbicara dalam Al-Qur’an tentang sifat ini. Allah SWT berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.
Ayat diatas sebagai dalil bahwasannya masyarakat muslim wajib mempunyai sifat ini, karena jujur merupakan kunci segala kebaikan. Dan Nabi Muhammad adalah contoh yang sempurna dalam hal ini. Sampai sebelum beliau diutus saja beliau sudah bersifat jujur sehingga masyarakat Arab menjulukinya Al-Amin.
3. Kasih Sayang
Kasih sayang adalah salah satu dari sifat-sifat Allah SWT. Dan kasih sayang yang sangat besar diberikan Allah SWT kepada umatnya ialah dengan mengutus Nabi Muhammad kepada ummatnya, untuk membawa manusia dari kegelapan menuju cahaya Islam. Tidak diragukan lagi bahwasannya Nabi Muhammad juga memiliki sifat kasih sayang, ini dapat dilihat dari bagaimana ia memperlakukan anak kecil, orang-orang yang lemah, para wanita, dan lain-lainnya.
4. Adil
Tidak diragukan lagi bahwa Nabi Muhammad adalah seorang yang adil. Ini dapat dilihat dari bagaimana ia menghakimi sebuah perkara dalam masyarakat Islam.
5. Mulia
Sebagai seorang Nabi, sifat mulia sangatlah melekat di dalam diri Nabi muhammad. Ia merupakan contoh yang sempurna bagi seluruh ummat.

C. Peradaban Islam Pada Masa Rasulullah SAW
Peradaban Islam pada masa Rasulullah SAW yang paling dasyat dan fenomenal adalah perubahan sosial. Suatu perubahan yang mendasar dari masa kebobrokan moral menuju moralitas manusia yang beradab. Peradaban pada masa Rasulullah SAW dilandasi dengan asas-asa yang diciptakan sendiri oleh Rasulullah SAW di bawah bimbingan wahyu yaitu Islam. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan Masjid Quba’
Ketika Rasulullah dan para sahabat hijrah menuju Madinah, orang-orang Anshar yang tak lain adalah kaum Aus dan Khazraj menanti dengan antusias kedatangan Rasulullah SAW. Tatkala Rasulullah SAW tiba, mereka keluar rumah dan menyambutnya dengan penuh suka cita. Rasulullah SAW berhenti di Quba’ selama lima hari. Di Quba’ inilah Rasulullah SAW mendirikan masjid yang kemudian dikenal dengan sebutan masjid Quba’. Ini adalah masjid pertama yang dibangun setelah masa kenabian.
2. Pembangunan Masjid Nabawi
Dikisahkan bahwa unta tunggangan Rasulullah SAW berhenti di suatu tempat. Maka Rasulullah SAW memerintahkan agar di tempat itu dibangun sebuah masjid. Rasulullah ikut serta dalam pembangunan masjid tersebut. Beliau mengangkat dan memindahkan batu-batu masjid itu dengan tangannya sendiri. Saat itu kiblat dihadapkan ke Baitul Maqdis.
Tatkala pembangunan masjid selesai, Rasulullah memasuki pernikahannya dengan Aisyah pada bulan Syawal. Sejak saat itulah Yatsrib dikenal dengan Madinatur Rasul atau Madinah Al-Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya di dalam masjid ini baik itu beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka, berjual beli, dan lain sebagainya. Tempat ini menjadi faktor yang mendekatkan di antara mereka.
3. Tegaknya Keadilan
Misi Rasulullah SAW yang utama ialah memperbaiki moral dan masyarakat dan menegakkan sebuah sistem kemasyarakatan berlandaskan keadilan yang jauh dari penindasan. Nabi ingin menciptakan suatu masyarakat yang penuh keadilan dan penuh kasih sayang. Ketika Nabi ingin mendirikan masyarakat seperti itu beliau berhadapan dengan musuh-musuh keadilan dan musuh-musuh kasih sayang. Oleh karena itu, keterlibatan Nabi dalam politik hanyalah sejauh menentang ketidak adilan dan kezaliman.
Beliau membuat konstitusi berdasarkan musyawarah dengan orang Yahudi, Nashara, dan orang kafir yang tidak beragama. Semua membangun hidup di kota Madinah. Kalau orang Yahudi diserang, orang lain akan membantu; dan kalau orang Islam diserang, yang lain pun akan membantunya. Madinah menjadi kota pluralitis yang dimiliki oleh berbagai agama.
Satu hal yang terus ditegakkan oleh Nabi di kota Madinah ialah keadilan, termasuk keadilan terhadap golongan lain. Dalam Al-Quran surah Al-maidah disebutkan:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ayat diatas menunjukakan bahwa perjuangan yang harus dilakukan adalah menegakkan keadilan. Reformasi pertama yang dilakukan Rasulullah SAW adalah merubah masyarakat yang berdasarkan penindasan kepada masyarakat yang berdasarkan keadilan. Salah satu unsur masyarakat yang berdasarkan keadilan adalah masyarakat yang tunduk kepada hukum. Semua orang tunduk kepada hukum; tidak ada orang yang bisa lepas dari ketentuan hukum.
4. Persaudaraan Antara Kaum Muhajirin dan Anshar                  
Rasulullah SAW mempersaudarakan di antara kaum muslimin. Mereka kemudian membagikan rumah yang mereka miliki, bahkan juga istri-istri dan harta mereka. Persaudaraan ini terjadi lebih kuat dari pada hanya persaudaraan yang berdasarkan keturunan. Dengan persaudaraan ini, Rasulullah SAW telah menciptakan sebuah kesatuan yang berdasarkan agama sebagai pengganti dari persatuan yang berdasarkan kabilah.
5. Kesepakatan Untuk Saling Membantu Antara Kaum Muslimin dan Non-Muslimin
Di Madinah ada tiga golongan manusia. Kaum muslimin, orang-orang Arab, serta kaum Non-Muslimin dan orang-orang Yahudi (Bani Nadhir, Bani Quraizhah, dan Bani Qainuqa’). Rasulullah SAW melakukan satu kesepakatan dengan mereka untuk terjadinya sebuah keamanan dan kedamaian. Juga untuk melahirkan sebuah suasana saling membantu dan toleransi di antara golongan tersebut.
6. Terbangunnya Umat Yang Berideologi Islam
Selain mereformasi keadilan, Rasulullah SAW juga mengubah masyarakat dari sistem sosial yang berdasarkan kesukaan, kekeluargaan, dan kelompok menjadi komunitas yang berdasarkan ideologi Islam: dari perasaan kekabilahan ke sebuah sistem yang berdasarkan pada ikatan keislaman atau ukhuwwah islamiyyah. Nabi mengubah masyarakat yang diikat oleh kesetiaan kepada kelompok menjadi masyarakat yang setia kepada Islam: dari kehidupan yang berdasarkan semangat suku dan fanatisme kelompok kepada kehidupan yang didasarkan pada persaudaraan Islam.
Dalam masyarakat Arab zaman jahiliah, orang-orang bergabung tidak dalam suku bangsa, tetapi dalam kabilah atau keluarganya masing-masing. Misalnya, dalam kabilah Bani Kinanah, Bani Quraisy, dan Bani Kilab. Kesetiaan seseorang bergantung pada kabilahnya. Kalau ada tamu datang kepada satu kabilah, tamu itu bukan saja menjadi tamu bagi seseorang, melainkan juga bagi seluruh kabilah itu. Orang yang memusuhi seseorang dalam suatu kabilah, bukan saja menjadi musuh bagi seseorang tersebut, melainkan juga musuh bagi seluruh anggota kabilah itu. Kalau ada orang yang terbunuh di antara mereka, seluruh kabilah akan membelanya. Tidak jadi persoalan apakah orang itu benar atau salah.
Nabi mengajari bangsa Arab untuk meninggalkan seluruh kabilah itu. Mereka harus mencari perlindungan yang satu saja, yaitu Allah SWT. Dengan kedatangan Nabi, semua kabilah yang banyak itu seakan-akan disuruh memilih antara dua kabilah saja, “kabilah” Allah SWT dan kabilah selain AllahSWT.
Al-Qur’an menyebut kabilah selain Allah SWT itu sebagai Thaghut. Allah SWT adalah Maula buat orang-orang mukmin. Dalam surah Muhammad Allah SWT berfirman
Artinya: yang demikian itu karena Sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang yang beriman dan karena Sesungguhnya orang-orang kafir itu tidak mempunyai Pelindung.
Allah SWT menegaskan bahwa orang-orang yang masuk Islam harus meninggalkan kesetiaan kepada kabilah-kabilah. Kesetian mereka itu harus dipersembahkan kepada satu maula saja yaitu Allah SWT.
Inilah reformasi kedua yang dilakukan oleh Nabi: mengubah masyarakat dari kesetiaan kepada kelompok dan keluarga menjadi kesetiaan kepada Allah SWT, Rasul-Nya dan kaum Mukmin.
Allah SWT menunjuk Rasul-Nya sebagai wakil Tuhan di bumi ini dan komunitasnya adalah orang-orang beriman. Dasar yang mengikat kesetian kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya adalah kalimat syahadat: “Asyhadu an la ilaaha illa Allah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”.
7. Peletakan Asas-asas Politik, Ekonomi, dan Sosial
Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika di dalam negara diletakkan dasar-dasar Islam. Rasulullah SWT dengan segala usahanya telah membentuk  kota Madinah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solidaritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian, berarti bahwa inilah masyarakat Islam pertama yang dibangun Rasulullah SAW dengan asas-asasnya yang abadi.
Secara sistematik, proses peradaban yang dilakukan oleh Nabi pada masyarakat Islam di Yatsrib adalah: Pertama, Nabi Muhammad SAW mengubah nama Yatsrib menjadi Madinah (Madinah Ar-Rasul, Madinah An-Nabi, atau Madinah Al-Munawwarah). Perubahan yang bukan terjadi secara kebetulan, tetapi perubahan nama yang menggambarkan cita-cita Nabi Muhammad SAW, yaitu membentuk sebuah masyarakat yang tertib dan maju, dan berperadaban. Kedua, membangun masjid, membangun masjid. Masjid bukan hanya dijadikan pusat kegiatan ritual shalat saja, tetapi juga menjadi sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Di samping itu, masjid juga menjadi pusat kegiatan pemerintahan. Ketiga, Nabi Muhammad SAW membentuk kegiatan mu’akhat (persaudaran), yaitu mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshar. Persaudaraan diharapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam satu persaudaraan dan kekeluargaan. Nabi Muhammad SAW membentuk persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan seagama, di samping bentuk persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. Keempat, membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Dan Kelima, Nabi Muhammad SAW membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang dilakukan oleh musuh.

D. Sisi Lain Dari Rasulullah SAW
1. Rasulullah SAW Adalah Seorang Reformis
Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa misi Rasul yang utama ialah memperbaikai moral masyarakat dan menegakkan sebuah sistem masyarakat yang berlandaskan keadilan. Lalu apa reformasi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW? Reformasi Rasul ialah berupaya untuk menegakkan sebuah sistem masyarakat berdasarkan keadilan. Rasul tidak pernah berteriak-teriak ingin mendirikan negara Islam. Rasul tidak pernah bersabda “marilah kita berjuang mendirikan negara Islam”.
Reformasi yang dilakukan Rasulullah SAW tidak bertujuan membentuk partai atau mendirikan negara Islam. Tujuan reformasi Rasulullah SAW ialah menegakkan keadilan, menentang kezaliman, dan melawan penindasan. Seluruh ajaran Islam yang berkaitan dengan politik tidak ada hubungannya dengan posisi dalam pemerintahan. Kegiatan orang Islam memasuki kegiatan politik hanya untuk menegakkan keadilan dan menumbangkan kezaliman.
Rasulullah SAW adalah seorang reformis yang ideologinya adalah keadilan, dan yang ditentangnya, sampai beliau melakukan peperangan, adalah kezaliman dan penindasan. Itulah reformasi Rasulullah SAW yang pertama, menumbangkan kezaliman dan menegakkan keadilan. Rasulullah SAW meletakkan keadilan di atas segala-galanya.
Reformasi yang kedua yang dilakukan Rasulullah SAW adalah mengubah masyarakat dari sistem sosial yang berdasarkan kesukaan, kekeluargaan dan kelompok menjadi komunitas yang berdasarkan ideologi Islam. Dan ini telah dijabarkan sebelumnya di atas.

2. Rasulullah SAW Adalah Seorang Pemimpin Politik
Rasulullah SAW adalah pemimpin kaum muslimin secara politik dan militer. Beliaulah yang membawa mereka memetik kemenangan demi kemenangan.
Sukses tidaknya seorang peminpin politik, tergantung pada banyak hal. Seorang pemimpin harus memenuhi hal-hal berikut:
1. Bisa memahami seluruh sendi gerakan dakwah yang ia pimpin, mempercayai kebenarannya, dan meyakini kemenangannya. Akhlak dan perbuatannya juga harus merupakan cerminan dari apa yang sedang didakwahkan, sehingga, segala perbuatannya bisa mendukung kesuksesan dakwah. Tidak malah membuat celah bagi musuh-musuhnya untuk menyerang.
2. Mampu menyampaikan dan meyakinkan seluruh ajaran dakwahnya kepada umat secara terus-menerus.
3. Sanggup membina, mengatur, dan mengarahkan seluruh orang yang mau dan telah menyambut dakwah.
4. Dapat menciptakan rasa saling percaya antara peminpin dan yang dipimpin.
5. Mengetahui sisi-sisi kemampuan para pengikutnya.
6. Dapat menyelesaikan berbagai masalah.
7. Mempunya pandangan yang luas dan jauh.
8. Bisa membawa pengikutnya menuju kemenangan.
9. Teliti dan tepat dalam membangun negara, sebagai wadah politiknya, sehingga wadah itu bisa selalu berkembang, dan bertahan dalam waktu yang lama.
Demikainlah kiranya, ciri-ciri kesuksesan seorang pemimpin politik. Dalam sejarah, tidak ada yang sesempurna Nabi Muhammad SAW. Kesempurnaan beliau, dalam hal ini merupakan satu bagian kesempurnaan beliau yang banyak. Kesempurnaan, kesuksesan, kemenangan, keistiqomahan langkahnya dan datangnya dukungan dari Allah SWT, adalah bukti bahwa beliau benar-benar utusan Allah SWT, yang mendapat pembinaan dan perlindungan langsung dari Allah SWT.

KESIMPULAN
Dari apa yang diuraikan diatas dapatlah kiranya kita mengambil ikhtibar dalam perjalanan membentuk suatu masyarakat yang bermoral. Sebuah usaha bagaimana memanusiakan manusia, menciptakan keadailan di segala lini kehidupan yang berdasarkan hukum yang jelas, serta membangun umat yang berideologikan Islam. Semua dapat kita contoh dari apa yang dilakukan Rasulullah SAW kepada umatnya dalam kurun waktu dakwahnya baik itu ketika di Mekah maupun Madinah.
Rasulullah SAW dengan segala kesempurnaannya telah mampu menciptakan sebauh negara yang berlandaskan Islam. Tentu ini tidak diraih dengan mudahnya, butuh perjuangan yang banyak dan sangat dari Rasulullah SAW sendiri dan juga para kaum muslimin saat itu.
Begitu dasyat perjuangan yang dilakukan Rasulullah SAW dan para kaum muslimin dalam menciptakan sebuah peradaban yang berlandaskan Islam ini. Meskipun pada hakikatnya ini bukanlah tujuan dari diutusnya Rasulullah SAW, melaikan ialah untuk menyempurnakan Akhlak umatnya. Namun secara tidak langsung dari usaha membentuk penyempurnaan akhlak itu tercipta lah manusia yang bermoral dan berideologikan Islam dengan segala substansinya. Dan hasil akhir dari usaha itu adalah terwujudnya suatu peradaban yang bermoral di dalam masyarakat yang berlandaskan Islam.